Liputan6.com, Jakarta Krisis logistik menimbulkan kekhawatiran baru pada rantai pasok yang dapat berimplikasi terhadap perekonomian global. Baru-baru ini para pengecer mengingatkan akan adanya penundaan pengiriman dan biaya pemindahan barang melalui laut semakin meningkat, menyusul ketegangan militan Houthi di Laut Merah.
Enam dari 10 perusahaan pelayaran peti kemas terbesar – yaitu Maersk, MSC, Hapag-Lloyd, CMA CGM, ZIM dan ONE – sebagian besar atau seluruhnya menghindari Laut Merah karena ancaman dari militan Houthi.
Melansir CNN Business, Jumat (12/1/2024) perdagangan global telah menurun 1,3 persen dari bulan November hingga Desember 2023.
Saat ini, biaya pengiriman telah melonjak, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi harga konsumen.
Bank Dunia juga melihat skenario meningkatnya konflik, pasokan energi juga dapat terganggu secara signifikan, sehingga menyebabkan lonjakan harga.
“Hal ini akan berdampak signifikan terhadap harga komoditas lainnya,” ungkap Bank Dunia dalam laporan terbarunya.
Adapun Capital Economics yang melihat bahwa ancaman terhadap harga energi adalah risiko terbesar.
“Meskipun gangguan pengiriman saat ini sepertinya tidak akan mengganggu tren penurunan inflasi global, peningkatan konflik militer yang nyata dapat meningkatkan harga energi, yang akan dibebankan kepada konsumen,” ungkap Simon MacAdam dan Lily Millard, ekonom di konsultan tersebut dalam sebuah catatan.
Oxford Economics juga memperkirakan inflasi akan terus menurun namun masih melihat risiko kenaikan harga.
Jika biaya transportasi peti kemas tetap berada pada level saat ini, hampir dua kali lipat dibandingkan biaya awal bulan Desember, hal ini mungkin akan meningkatkan inflasi dunia sekitar 0,6 poin persentase, katabBen May, direktur penelitian makroekonomi global di Oxford Economics.